Ilustrasi obesitas. (Foto: iStock)

Tim peneliti menggunakan data dari 29.836 peserta yang terdaftar dalam Biobank Inggris, yang semuanya mengalami obesitas dan sekitar 3 ribu di antaranya juga menderita diabetes tipe dua. Usia rata-rata peserta adalah sekitar 62 tahun, dengan sekitar 53% di antaranya adalah wanita.

Selama satu minggu, peserta secara terus-menerus menggunakan akselerometer pergelangan tangan untuk melacak aktivitas fisik sedang hingga berat (MVPA) setiap orang dengan akurat.

MVPA mencakup berbagai gerakan yang meningkatkan detak jantung seseorang, mulai dari berkebun atau berjalan cepat hingga bersepeda atau berlari.

Berdasarkan data ini, penulis studi mengamati frekuensi berolahraga peserta dan mengategorikannya ke dalam tiga kelompok berbeda berdasarkan waktu sebagian besar MVPA mereka, yaitu pagi, siang, atau malam.

Setelah memantau kesehatan peserta selama hampir delapan tahun, peneliti menemukan bahwa peserta yang melakukan sebagian besar MVPA pada malam hari memiliki risiko kematian akibat semua sebab, penyakit kardiovaskular, dan penyakit mikrovaskular yang paling rendah, yaitu jenis penyakit jantung yang memengaruhi arteri yang lebih kecil.

Penulis studi mencatat bahwa temuan ini berlaku juga pada kelompok peserta dengan obesitas dan diabetes tipe dua, di mana olahraga malam hari terkait dengan risiko kematian dan penyakit kardiovaskular yang lebih rendah.

Meskipun MVPA pada malam hari memberikan manfaat kesehatan yang signifikan, berolahraga kapan saja dalam sehari masih terkait dengan risiko yang lebih rendah terhadap peristiwa berbahaya dibandingkan dengan tidak berolahraga aerobik sama sekali.

BACA JUGA  Semarak #RamadanMendekatkan, Dompet Dhuafa Hadirkan Panji Sakti hingga J-Rocks

LEAVE A REPLY