Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie (Praktisi Lembaga Pengembangan dan Investasi Wakaf Dompet Dhuafa)
ZNEWS.ID JAKARTA – Rendahnya edukasi dan literasi wakaf masih menjadi tantangan pengembangan wakaf di Indonesia. Akibatnya, sulit terjadi pergeseran paradigma masyarakat dalam memandang wakaf.
Wakaf masih dipandang sebagai instrumen keuangan sosial Islam, ketimbang instrumen keuangan komersial Islam. Padahal, wakaf memiliki dimensi sosial dan komersial sekaligus.
Pada praktiknya, manakah yang perlu dikedepankan, wakaf sebagai instrumen keuangan sosial atau komersial? Inilah yang perlu dipahamkan kepada masyarakat.
Kondisi saat ini, karena paradigma masyarakat terhadap wakaf cenderung memandang wakaf sebagai instrumen keuangan sosial, maka praktik wakaf yang berkembang pun cenderung berdimensi sosial. Contoh yang sering disebut wakaf makam, masjid, dan madrasah.
Jangankan masyarakat umum, dalam berbagai kesempatan edukasi wakaf, para pegiat wakaf pun masih banyak yang belum memahami wakaf sebagai instrumen keuangan komersial Islam. Masih banyak yang belum paham apa hubungannya wakaf dengan investasi, sukuk, pasar modal syariah, dan instrumen keuangan kontemporer lainnya.
Oleh karena itu, penting dilakukan edukasi kepada masyarakat terkait paradigma wakaf yang benar. Dalam konteks ini, wakaf adalah salah satu instrumen untuk membangun sektor ekonomi Islam, selain jual beli.
“…Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS Al-Baqarah: 275)
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah…” (QS Al-Baqarah: 276)
Sedekah dan jual beli merupakan instrumen utama membangun ekonomi Islam agar terhindar dari praktik ekonomi ribawi. Dalam perspektif Islam, wakaf berada pada semesta sedekah. Sedekah ada yang wajib, yakni zakat (lihat QS At-Taubah9: 103)