ZNEWS.ID JAKARTA – Di berbagai wilayah Indonesia, bulan Ramadan tidak hanya menjadi waktu untuk beribadah dan berpuasa, tetapi juga dipenuhi dengan beragam tradisi khas yang diwariskan turun-temurun.
Salah satu tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini adalah qunutan atau yang juga dikenal sebagai ngupat. Tradisi ini biasanya diadakan pada malam ke-15 Ramadan dan memiliki makna mendalam bagi masyarakat yang menjalankannya.
Bagi mereka, qunutan bukan sekadar perayaan, tetapi juga bentuk rasa syukur serta momen mempererat kebersamaan. Lantas, apa sebenarnya makna dari qunutan dan bagaimana sejarahnya di berbagai daerah? Simak penjelasannya berikut ini.
Mengenal Tradisi Qunutan
Di beberapa daerah, khususnya di Jawa, qunutan atau kupatan adalah tradisi yang dilaksanakan pada pertengahan bulan Ramadan. Dalam perayaan ini, ketupat yang telah matang dibawa ke masjid menjelang waktu Magrib.
Setelah berbuka puasa di rumah masing-masing, warga kembali berkumpul di masjid untuk menunaikan shalat Magrib berjemaah, dilanjutkan dengan tahlilan.
Salah satu ciri khas dari tradisi ini adalah pembagian ketupat secara acak kepada para jamaah. Dengan cara ini, setiap orang dapat menikmati hasil masakan dari keluarga lain, yang semakin mempererat kebersamaan.
Selain itu, qunutan juga menjadi simbol rasa syukur umat Islam karena telah berhasil menjalani setengah perjalanan di bulan Ramadan.
Sejarah Awal Tradisi Qunutan
Meskipun tidak ada catatan pasti mengenai asal mula tradisi ini, beberapa sumber menyebutkan bahwa qunutan telah ada sejak era Kesultanan Demak pada 1524. Saat itu, Islam mulai berkembang pesat ke wilayah barat, termasuk Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten.
Dikisahkan bahwa Sunan Gunung Jati, dengan dukungan pasukan dari Demak, berhasil merebut Pelabuhan Banten dan mendirikan Kesultanan di sana.
Sebagai wujud syukur dan untuk mendapatkan keberkahan di bulan Ramadan, ketupat kemudian dibagikan kepada masyarakat. Sejak saat itu, tradisi ini terus berkembang dan dilestarikan di berbagai daerah.
Makna Religius dalam Tradisi Qunutan
Selain menjadi ajang berbagi makanan, qunutan juga memiliki nilai spiritual yang mendalam. Dalam pelaksanaannya, umat Islam dianjurkan membaca doa qunut saat shalat tarawih, yang diyakini sebagai doa perlindungan dari berbagai ujian dan cobaan.
Kepercayaan ini muncul karena 15 hari terakhir Ramadan sering dianggap sebagai periode penuh godaan yang dapat mengganggu kekhusyukan dalam beribadah. Oleh sebab itu, membaca doa qunut diharapkan dapat memberikan keteguhan iman bagi mereka yang menjalankan puasa.
Selain itu, qunutan juga menandai perubahan bacaan surah dalam salat tarawih, yakni dari surah At-Takasur ke surah Al-Qadr.
Surah Al-Qadr dipilih karena malam-malam setelah qunutan diyakini sebagai waktu turunnya Lailatul Qadar, malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Setelah malam qunutan, umat Islam juga sudah diperbolehkan membayar zakat fitrah sebagai bagian dari persiapan menyambut Idul Fitri.
Qunutan lebih dari sekadar kebiasaan berbagi ketupat. Tradisi ini mencerminkan rasa syukur, solidaritas sosial, serta semangat kebersamaan di antara umat Islam.
Melalui qunutan, masyarakat diajarkan untuk berbagi rezeki, menjaga persaudaraan, dan memperkuat keimanan dalam perjalanan spiritual di bulan Ramadan. Hingga kini, qunutan tetap lestari dan menjadi bagian dari warisan budaya Islam di Indonesia.