Oleh: Fadhly Azhar (Pengembang Kurikulum pada Direktorat Pesantren Kementerian Agama RI)
ZNEWS.ID JAKARTA – Mata rantai munculnya Hari Pahlawan tidak bisa lepas dari gerak langkah strukturasi perjuangan antara Kiai-Santri serta cita-cita seorang Kiai yang ingin menjadi guru ngaji. Proses Perjuangan tersebut sering digaungkan pada hari santri yang lahir dari embrio naskah naratif “Resolusi Jihad” pada 22 Oktober 1945.
Peristiwa tersebut menjadi rangkaian awal yang berkesinambungan dengan meledaknya peristiwa Bung Tomo merobek bendera Belanda pada 10 November 1945 yang diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Dalam goresan sejarah “Sang Kiai” yang dikenal sebagai Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari tersebut mencatat bahwa Sang Kiai memiliki minat yang tinggi menjadi guru ngaji setelah pertemuan ‘sowan’nya dengan Kiai Salam, kakek dari KH Sahal Mahfudh.
Kisah ini menjadi legitimasi bagi penulis untuk memasukkan “guru ngaji” sebagai pahlawan yang tidak kalah pentingnya dalam sejarah pembentukan kebangsaan dan kemerdekaan tanah air.
Guru ngaji, bisa jadi mereka itu pahlawan tulen bagi negeri ini. Mereka adalah orang-orang terpinggirkan dari politik afirmasi dan rekognisi kenagaraan kita. Totalitas mereka dalam mengajar bisa kita jadikan bahan kontemplasi mendalam.
Kutipan terminologi guru sebagai pembawa obor pengetahuan dalam Pidato KH. Nasaruddin Umar, Menteri Agama pada Hari Santri 2024 menjadi landasan filosofis bahwa mendaras kepahlawanan guru ngaji dalam perjalanan spiritualitas kebangsaan adalah hal urgen yang sesungguhnya tidak bisa ditawar.
Guru Ngaji dalam Data
Hasil data EMIS (Education Management Information System) Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama per 7 November 2024 menunjukkan jumlah Guru LPQ (Lembaga Pendidikan Al-Qur’an sejumlah 495.383 orang.
Dari sumber yang sama juga menunjukkan bahwa Guru LPQ yang belum S1 sebanyak 371.044 orang, Guru LPQ yang telah menempuh S1 sebanyak 76.442, Guru LPQ yang telah menempuh S2 sebanyak 3.699 orang, Guru LPQ yang telah menempuh S3 sebanyak 105 orang dan yang tidak melaporkan kualifikasi pendidikannya sebanyak 44.093 orang.
Analisis penulis yang melakukan qualitative mini-survey menunjukkan bahwa yang tidak melaporkan pendidikannya memiliki dua persepsi. Pertama, pengelola data guru LPQ belum memahami literasi digital dalam menginput data pendidikan.