GADGET atau HP canggih telah mengubah segalanya. Piranti itu telah menjadi  sumber informasi yang menembus belahan dunia di mana pun. Yang jauh menjadi dekat, ironisnya yang dekat menjadi jauh. Di sisi lain memperluas silaturahmi, tetapi di sisi lain memberikan peluang sila……kan sibuk sendiri-sendiri. Sampai-sampai pada anak tetangga sendiri menjadi tidak saling kenal lagi. Padahal hadits Nabi mengatakan, silaturahmi itu memperpanjang umur dan rejeki.

Dengan HP canggih bukan lagi Nokia 3310, yang di Jakarta bisa bertatap muka dengan teman atau famili di Amsterdam Negeri Belanda, atau yang di Surabaya bisa bertatap wajah dengan sobat Washington DC, dengan gambar yang jernih dan jelas. Demikian pula yang sekedar telpon-telponan lewat suara, sepanjang ada wifi di rumah atau pulsa paketannya masih penuh. Stasiun TV pun siaran langsung tak perlu pakai mobil OB-Van yang manggul parabola ke mana-mana. Pendek kata, HP canggih tetal mengubah dunia.

Tetapi lihat generasi muda kita, dari yang balita usia 3 tahun sampai Gen-Z yang sudah boleh nyoblos Pemilu, lebih asyik nduwel (berdiam diri) di kamar masing-masing. Mereka bisa tahu keadaan di luar negeri manapun, tetapi malah tidak kenal dengan lingkugan sendiri  bahkan tetangga sendiri. Akhirnya, tetanggapun menjadi tidak kenal siapa dia, anak siapa dia. Baru setelah menyebut nama ayahnya, tahulah dia siapa bocah atau remaja tersebut.

Gejala semacam ini telah mewabah di mana-mana, bahkan telah mulai merambah ke pedesaan. Padahal sebelum ada gadget, terutama di kampung-kampung, anak tetangga desa pun banyak yang kenal. Di samping berakses di kesibukan kampung, banyak pula yang teman sekolah satu SD. Penulis masih ingat betul, ketika curi ikan di kolam tetangga desa dalam usia 10 tahunan, pemilik kolam itu masih bisa menyebut nama orangtua kita. “Anaknya Pak Tjokro tuh!” katanya. Dan kami sudah kabur bersama lewat pematang sawah.

Tetapi sekarang, terutama anak kota, sesama tetangga sendiri tidak saling kenal. Sebab selain beda sekolah, juga tak pernah bergaul sesama anak-anak. Mereka lebih asyik dengan gadgetnya. Akibatnya ketika berpapasan di jalan pun tak mau saling tegur. Apalagi terhadap orang dewasa atau teman ayah ibu mereka, ketemu di jalan yang mlirik (melotot) doang.

Yang di mesjid parah lagi! Salat berjamaah di mesjid itu kan di samping menambah ganjaran, juga memperkuat silaturahmi sesama muslim. Tetapi kini sudah bukan rahasia lagi; meski salatya sering berjejer satu shaf, tidak saling tegur, lu lu gue gue. Demikian juga ketika ketemu di jalan, muka tegak lurus ke depan tak mau bertegur sapa. Padahal antar ayah mereka saling kenal.

Begitulah sisi negatif gadget, sesama tetangga tak lagi lengket. Memang harus diakui, berkat gadget murid sekarang jadi lebih pinter dari gurunya, bocah lebih ngerti ketimbang orangtuanya. Perbendaraan kata mereka lebih banyak, jauh dari usianya. Bayangkan, balita sekarang sudah ngerti kata fokus, ngeprank, dan baper. Padahal orangtua atau kakeknya, tahunya baru lemper dan kamper.

Itu semua karena peran gadget, yang peminatnya di Indonesia begitu membludak. Dulu orang poligami diam-diam, kini poligami HP sudah umum dan terang-terangan tak lagi takut pada istri. Berdasarkan survei Google tentang Think Tech, Rise of Foldables: The Next Big Thing in Smartphone, disebutkan bahwa pengguna HP aktif di Indonesia telah mencapai 354 juta dari penduduk RI yang kini berjumlah 278 juta jiwa. Itu artinya setiap orang bisa memiliki HP lebih dari satu. Dan ini akan terus bertambah seiring dengan semakin canggihnya HP-HP produk baru.

Indonesia tahun 2045 yang katanya sudah menjadi negara maju, kemungkinan sesama tetangga sudah tidak saling kenal. Sebab semua kebutuhan tak perlu keluar rumah, cukup onlin-onlinan sebagai mana kata Capres Prabowo. Budaya silaturahmi semakin terkikis. Padahal hadits Nabi mengatakan, banyak silaturahmi itu memperluas rejeki dan menyebabkan panjang umur.

Itu memang benar adanya. Sebab seorang pengangguran misalnya, ketika bersilaturahmi di rumah teman atau sahabat, akan dijamu makan siang. Itu rejeki bukan? Jika selama ini pusing cari kerja, lewat silaturahmi bisa saja dapat informasi di mana saja ada lowongan kerja. Bahkan siapa tahu pula, lewat silaturahmi jadi kenal dengan ordal (orang dalam) yang bisa menjadi penentu diterima atau tidaknya seorang pelamar.

Yang agak bikin keder adalah bahwa silaturahmi bisa memperpanjang umur. Bukankan umur setiap orang sudah ada jatahnya masing-masing, tak bisa dimajukan maupun dimundurkan? Jika sudah waktunya ya duuuut…..nyawanya dicabut malaikat Izroil. Tetapi sekadar kelakar di warung kopi menyebutkan, “Sebab ketika malaikat Izroil datang, orang yang sudah jatuh tempo umurnya tersebut sedang pergi silaturahmi, sehingga tertunda melulu.” (Cantrik Metaram).

LEAVE A REPLY