Ilustrasi: Dompet Dhuafa melalui Institut Kemandirian (IK) yang berkolaboraksi dengan DD Konstruksi menghelat peresmian Program Sekolah Tukang Ahli (STUKA) di Aula Gedung Wardah IK, Karawaci, Tangerang, Banten, Rabu (23/8/2023) pagi. (Foto: Dompet Dhuafa)

Oleh: Dr Idi Namara (Dekan Fakultas Teknik dan Teknologi Universitas Tanri Abeng)

ZNEWS.ID JAKARTA – Pembangunan infrastruktur telah menjadi prioritas pemerintah dalam 10 tahun terakhir. Berbagai proyek strategis nasional bidang infrastruktur ini menandai kemajuan negara tercinta ini, mulai dari jalan tol, LRT, bendungan, energi terbarukan, perumahan, dan infrastruktur lainnya.

Tentunya, kesuksesan pembangunan ini tidak lepas dari peran tenaga kerja konstruksi yang menjadi garda terdepan dalam pembangunan infrastruktur.

Selaras dengan itu, Presiden Joko Widodo pada berbagai kesempatan juga menyampaikan bahwa pembangunan SDM tetap menjadi agenda prioritas kita. Indonesia harus bisa memanfaatkan bonus demografi dan siap menghadapi disrupsi teknologi.

Kita harus menyiapkan SDM yang produktif, inovatif, dan berdaya saing global, dengan tetap mengamalkan nilai-nilai Pancasila, berakhlak mulia, dan menjaga jati diri budaya bangsa.

Memang, dalam mewujudkan pembangunan SDM hampir di semua sektor ekonomi, bukan hanya sektor konstruksi, merupakan tantangan yang tidak mudah.

Berbagai tantangan yang dihadapi di sektor konstruksi, seperti rendahnya tingkat pendidikan, pelatihan, dan tentunya awarenes dari tenaga kerja untuk aktif memperdalam keahlian dan keterampilan hingga sertifikasi kompetensi.

Di sektor konstruksi, sertifikasi kompetensi kerja (SKK) sebagai salah satu langkah konkret dalam pengakuan kompetensi menuju SDM konstruksi yang unggul dan berdaya saing, sudah dimulai dilaksanakan sejak 1999 dengan ditetapkannya Undang-Undang (UU) No 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

Kemudian pada 2017, perubahan sekaligus penguatan regulasi di bidang Jasa Konstruksi ditandai dengan ditetapkanya UU No 2 tahun 2017 masih mengusung semangat yang sama dengan UU No 18 tahun 1999, yaitu pengakuan kompetensi tenaga kerja konstruksi melalui proses sertifikasi kompetensi kerja.

Kepemilikan sertifikat kompetensi kerja merupakan suatu kewajiban bagi tenaga kerja konstruksi mengingat terdapat risiko kegagalan konstruksi atau kegagalan bangunan jika pembangunan infrastruktur dilakukan oleh tenaga kerja yang tidak kompeten di bidangnya.

LEAVE A REPLY