Oleh: Lucky Akbar (Kepala Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Ditjen Pajak Jambi)
ZNEWS.ID JAKARTA – Lipstick Effect dalam ekonomi adalah fenomena di mana konsumen cenderung membeli barang-barang kecil atau terjangkau saat kondisi ekonomi sedang menurun. Meski pengeluaran besar mungkin dapat ditunda, keinginan untuk membeli barang yang lebih murah sebagai penghiburan diri justru meningkat.
Konsep ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2001 oleh Leonard Lauder, CEO Estee Lauder, ketika ia mengamati lonjakan penjualan lipstik di masa resesi. Lauder menyimpulkan bahwa ketika orang merasa kurang mampu membeli barang mahal, mereka mencari alternatif kecil yang tetap memberi kepuasan.
Hal ini menunjukkan bahwa konsumen berusaha menemukan cara untuk merasa baik tanpa harus mengeluarkan banyak uang.
Di Indonesia, peran generasi muda dalam mengelola lipstick effect sangat penting, mengingat mereka merupakan kelompok yang paling aktif dalam berbelanja dan mempengaruhi tren konsumen.
Teori perilaku konsumen dapat digunakan untuk menjelaskan lipstick effect. Menurut teori ini, individu tidak selalu bertindak secara rasional; keputusan pembelian sering dipengaruhi oleh emosi dan persepsi.
Ketika ekonomi sedang lesu, konsumen mungkin merasa lebih tertekan, sehingga mereka mencari kepuasan instan dari produk yang terjangkau.
Selain itu, teori “Veblen Goods” menyatakan bahwa barang-barang tertentu dianggap sebagai simbol status, sehingga konsumen akan tetap membeli produk tersebut meskipun kondisi ekonomi tidak mendukung. Dalam hal ini, generasi muda, yang sering terpapar oleh media sosial dan iklan, bisa jadi sangat dipengaruhi oleh tren ini.