Ilustrasi Merasa Suci. (Foto: en.shafaqna.com)

“Maka janganlah kamu merasa suci. Dia-lah yang Mengetahui siapa yang bertakwa.”
(QS An-Najm: 32)

ZNEWS.ID JAKARTA – Namanya perasaan, bisa benar,bisa salah. Namanya juga perasaan. Mungkin cuma perasaan. Belum masuk wilayah kebenaran hakiki. Namanya saja perasaan. Sangat subjektif.

Adalah benar bahwa menurut penilaian Allah, orang yang terbaik di antara kita ialah orang yang paling bertakwa. Bukan yang paling kaya. Bukan yang paling tinggi jenjang pendidikannya. Bukan yang paling elok parasnya. Melainkan yang paling bertakwa.

Takwa itu bukanlah klaim atas diri. Melainkan, penilaian dari Allah Ta’ala. Memang takwa itu ada ciri-ciri dan syarat-syaratnya. Misalnya, orang bertakwa itu pemaaf, orang bertakwa itu mampu menahan marah, orang bertakwa itu jika berbuat khilaf segera memohon ampun kepada Allah, dan orang bertakwa itu menafkahkan hartanya baik dalam keadaan lapang maupun sempit.

Namun, berusaha memenuhi beberapa syarat di atas hanya demi bisa “merasa” bertakwa adalah kekeliruan. Sebab, saat diri “merasa” memenuhi kualifikasi takwa, maka godaan untuk mengklaim diri bertakwa akan bermunculan.

Cara yang bisa dilakukan adalah terus memperbanyak amalan-amalan yang mendekatkan diri pada takwa tanpa mengingat-ingatnya. Tujuannya, agar kita tidak menilai diri sendiri.

Segera melupakan semua amal baik kita merupakan cara agar diri ini merasa tak punya amal baik, agar diri ini tak mengklaim punya amal baik, agar diri terus-menerus menambah dan meningkatkan amal baik. Sayyiduna ‘Ali radhiyallaahu’anhu mengingatkan bahwa tanda celaka itu ada empat, yaitu:

  1. Melupakan dosa, padahal catatannya ada di sisi Allah.
  2. Mengingat-ingat kebaikan, padahal tidak tahu apakah diterima atau ditolak oleh Allah.
  3. Melihat kepada orang yang lebih tinggi dalam hal dunia.
  4. Melihat kepada orang yang lebih rendah dalam hal agama.
BACA JUGA  Lebaran dan Kohesi Spiritual

LEAVE A REPLY