
Pulau Sipora yang relatif termaju dan terpadat penduduknya dan menjadi lokasi Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Mentawai (Kota Tuapejat), jumlah penduduknya tak sampai 10.000, sedangkan luas keseluruhan pulau ini 612 kilometer persegi, nyaris sama dengan luas Daerah Khusus Jakarta.
Dengan kepadatan penduduk tak sampai 16 jiwa per kilometer persegi, maka tekanan terhadap lingkungan alam relatif kecil. Maka, ekosistem bahari dan hutan tropis di Pulau Sipora masih relatif baik.
Budaya megalitik Mentawai juga menjadi daya tarik tersendiri. Wisatawan dapat melihat rumah tradisional mereka yang terbuat dari kayu, menyaksikan tarian adat, dan berinteraksi dengan masyarakat Mentawai asli yang ramah.
Rumah adat tradisional Mentawai (uma) menggunakan prinsip yang sama dengan rumah adat suku Baduy Dalam, yakni dibangun tanpa paku dan mengandalkan kekuatan simpul serta sambungan kayu/bambu (sambungan bertakik/berpasak). Materialnya kayu dan bambu untuk struktur, pintu, dan dinding rumah, sedangkan untuk atap dari rumbia.
Masyarakat adat Mentawai telah berinteraksi dan beradaptasi dengan alam dengan cara mereka sendiri secara turun-temurun sejak tahun 500 SM. Kearifan lokal dan nilai-nilai tradisi yang dipegang teguh suku Mentawai asli cenderung berkawan dengan gempa (earthquake friendly) yakni, dengan menjaga kelestarian alam sebaik-baiknya.
Hutan dan vegetasi bakau yang masih relatif asli, selain menjadi sumber penghidupan, adalah juga pelindungan alam terbaik terhadap kemungkinan bencana.
Di samping masyarakat adat lokal yang menjaga kelestarian alam Mentawai dengan kearifan lokalnya, Pemerintah hadir melalui Balai Taman Nasional Siberut. Luas Taman Nasional Siberut sekitar 190.000 hektare.
Di luar kawasan taman nasional, ternyata terdapat kawasan hutan produksi konversi (54.856 hektare) dan kawasan hutan produksi (256.011 hektare) sehingga luas kawasan hutan termasuk taman nasional Siberut seluruhnya 491.917 hektare. Luas total wilayah daratan kabupaten kepulauan adalah 601.135 hektare.
Sesuai dengan setting alamnya, Mentawai tampaknya tidak pas untuk mass tourism. Fungsi konservasi perlu dikedepankan, sedangkan pariwisata hanya menjadi ‘bonus’. Ekoturisme bahari menjadi andalan Mentawai.