
Oleh: Muhammad Fauzinudin Faiz (Dosen UIN KH Achmad Shiddiq Jember dan Editor Buku “Agama dalam Konstitusi RI: Menghidupkan Nilai-nilai Profetik di Tengah Masyarakat Heterogen”)
ZNEWS.ID JAKARTA – Dalam perjalanan intelektual Islam pascaklasik, kita disuguhi oleh tradisi kesarjanaan yang dominan dalam format karya dengan komentar berangkap, atau yang dikenal dengan istilah syarah dan hasyiyah (multilayered commentaries).
Namun, pandangan umum terhadap tradisi ini sering kali menempatkannya dalam konteks stagnasi, di mana kreativitas dianggap melemah, dan kegiatan intelektual terbatas pada reproduksi khazanah yang sudah ada.
Argumen ini mencuatkan klaim bahwa tradisi penulisan kesarjanaan Islam pada periode ini hanya sebatas “komentar” atas beberapa karya otoritatif sebelumnya.
Nurcholis Madjid dan Jalaluddin Rakhmat mengembangkan pandangan ini dengan mengaitkannya dengan pembakuan mazhab fikih, menuduh bahwa arus taklid telah membunuh kreativitas dalam tradisi kesarjanaan Islam.
Bahkan, mereka menilai tradisi syarah sebagai aktivitas “pseudo-ilmiah” yang membuka pintu bagi kemungkinan stagnasi lebih lanjut, terutama dengan munculnya tradisi hasyiah, yang merupakan “komentar” atas “komentar.”
Namun, klaim ini perlu dievaluasi karena terlalu membatasi diri pada konteks literatur fikih Islam, tanpa mempertimbangkan dinamika yang terjadi dalam disiplin keilmuan lain.
Studi yang melibatkan beberapa disiplin keilmuan, seperti tafsir Al-Qur’an, hadis, tasawuf, filsafat-logika, dan literatur lainnya, menunjukkan bahwa tradisi serupa juga terjadi dalam disiplin keilmuan lain. Argumentasi yang hanya berfokus pada konteks literatur fikih Islam terlalu tergesa-gesa dalam melakukan generalisasi.
Pemikiran Madjid dan Rakhmat juga terbatas pada telaah tekstual, tanpa mempertimbangkan konteks sosio-historis masing-masing literatur.
Dalam konteks ini, tulisan ini menjadi suplemen bagi beberapa kajian terkait, khususnya terhadap karya-karya yang dapat disebut sebagai commentary literature (syarah/hasyiyah) dalam konteks sejarah Islam Nusantara. Fokusnya jatuh pada kitab syarh yang berjudul Inarat al-Duja Syarh Tanwir al-Hija Nazm Safinat al-Naja karya Muhammad ‘Ali bin Husain al-Maliki al-Makki.