Ilustrasi Meluruskan Kesalahpahaman soal Merdeka Belajar. (Foto: makmalpendidikan.net)

Oleh: Muhammad Muhibbuddin (Pegiat literasi dan staf peneliti di Dawuh Guru Yogyakarta)

ZNEWS.ID JAKARTA – Dalam forum diskusi bertema “Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan” awal bulan ini, mantan wakil presiden Jusuf Kalla (JK) memberikan kritik terkait kebijakan dan tata kelola pendidikan nasional.

Salah satu kritikan yang menarik untuk disorot adalah kritik terkait kurikulum Merdeka Belajar yang telah dipersiapkan oleh Kemendikbudristek sejak 2020. Kurikulum ini resmi diluncurkan Kemendikbudristek pada 2022.

Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah yang dikeluarkan pada 25 Maret 2024 menjadi payung hukum diberlakukannya Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional mulai tahun ajaran 2024/2025.

Meski demikian, pelaksanaannya tetap memerhatikan kesiapan satuan pendidikan dengan masa transisi hingga maksimal tiga tahun ke depan.

Dalam kritiknya, JK membandingkan sistem Merdeka Belajar dengan sistem pendidikan konservatif dengan cirinya yang sangat serius, ketat dan penuh tekanan. Mantan wakil presiden pada periode 2004-2009 dan 2014-2019 itu juga mengidentifikasi dirinya sebagai orang yang konservatif dalam hal pendidikan.

Kritik yang dilontarkan JK ini sesuatu hal yang lumrah dalam negara demokrasi. Justru aneh ketika di dalam negara demokrasi tidak ada kritik. Akan tetapi, sebagai bentuk dialektika dalam berdemokrasi, ada beberapa hal yang perlu diluruskan.

Perihal Merdeka Belajar

Prinsip Merdeka Belajar adalah menciptakan suasana belajar yang membahagiakan anak didik tanpa terbebani pencapaian nilai atau skor tertentu. Selain itu, sistem pendidikan ini juga mengakomodir karakter sebagai standar penilaian.

Dengan model seperti ini Merdeka Belajar didesain sebagai sistem pendidikan yang memberikan ruang kebebasan kepada siswa-siswi untuk berpikir, berkreativitas dan berekspresi, bukannya untuk membuat siswa-siswi tidak perlu belajar lagi.

LEAVE A REPLY