AGAM – Sejumlah pendaki selamat dari erupsi Gunung Marapi, dan seorang pendaki asal Riau, Benget Hasiholan Mare Mare memberikan kesaksian saat berhasil selamat dari erupsi Gunung Marapi yang terjadi pada Minggu (3/12) lalu.
Benget mengaku bersama rombongannya yang beranggotakan 10 orang dari Mapala Batara Fakultas Hukum Universitas Riau telah mencapai puncak Gunung Marapi pukul 10.00 WIB pada hari tersebut.
Usai mencapai puncak, Benget dan anggota timnya kembali ke area camp di cadas Gunung Marapi untuk makan siang hingga pukul 14.00 WIB dan bersiap turun.
Benget menjelaskan rombongannya terbagi beberapa kelompok saat turun gunung. Saat itu, ia dan kedua adiknya berada di barisan terdepan memimpin rombongannya.
Tak sampai satu jam perjalanan turun, Benget dan kedua adiknya mengaku mulai mendengar suara seperti gemuruh petir.
Pertanyaan kekhawatiran pun terlontar dari kedua adik Benget yang memetakan sumber dari gemuruh tersebut. Mereka menerka itu berasal dari helikopter, petir, ataupun badai.
Benget merasa getaran dan suara yang dirinya rasakan tidaklah normal. Ia mendeteksi adanya anomali ketika suara seperti gemuruh tersebut justru memekakkan telinga.
“Karena suara seperti gemuruh petir yang saya rasakan itu berbeda, bukan seperti gemuruh petir badai biasa seperti dari gunung-gunung yang pernah saya daki,” katanya.
Saat adiknya mengira gemuruh tersebut adalah badai, barulah Benget menyadari adanya tanda erupsi dari hujan bebatuan. Ia pun segera memimpin grup kecilnya untuk menyelamatkan diri.
“Jadi akhirnya setelah saya mendengar dengan seksama, langsung saya bilang ke rombongan kecil itu, ‘Ini bukan suara petir! ini erupsi! ayo cepat turun!” ujarnya.
“Langsung kami bergerak cepat dan saya suruh mereka untuk jalan cepat,” sambung Benget.
Benget membawa mereka ke tempat aman, karena setelah diajak berlari untuk menghindar dari angin kencang, ]dan langsung ada hujan batu, dan batunya juga lumayan besar-besar.
Titik pertama yang menjadi tujuan Benget dan rombongannya adalah bekas warung di sekitar Nagari Paninjauan di sekitar lereng Gunung Marapi.
Beruntung, tak lama setelah mereka mencapai titik tersebut, seluruh anggota rombongan dan 4 pendaki lain berhasil menyusul.
Selepasnya, 14 orang pendaki tersebut bergegas turun menyelamatkan diri untuk menuju pos Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) terdekat. Perjalanan itu memakan waktu hingga 90 menit. “Sekitar 90 menit kami berhasil sampai ke pos BKSDA,” cerita Benget.
Setelah itu mereka mendapat penanganan di pos BKSDA.