ZNEWS.ID JAKARTA – Ibu yang sedang hamil memiliki risiko tinggi mengalami depresi setelah melahirkan. Kondisi ini lebih umum terjadi pada wanita daripada pada pria, dengan risiko tiga kali lebih besar. Depresi pada wanita cenderung terjadi pada rentang usia reproduktif, yakni antara 12 hingga 51 tahun.
Dr Ulul Albab, seorang spesialis obstetri dan ginekologi, mengajak ibu-ibu untuk mengenali gejala depresi berat pasca melahirkan atau yang lebih dikenal sebagai depresi pascamelahirkan (postpartum depression), guna mengantisipasinya sejak dini.
“Perlu kita sadari bersama bahwa tidak semua ibu merasa bahagia setelah melahirkan. Depresi pascamelahirkan sebenarnya merupakan tanda dari gejala depresi besar,” ungkap dokter yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia (IDI), seperti yang dilansir oleh Antara.
Depresi pascamelahirkan adalah kondisi depresi yang parah dan umumnya terjadi antara 4-6 minggu setelah melahirkan, bahkan bisa berlanjut hingga setahun setelahnya.
Kondisi ini bisa dipicu oleh beberapa faktor, termasuk pengalaman trauma saat proses persalinan, masalah psikologis selama kehamilan, serta berbagai masalah dalam kehidupan yang berdampak pada kesehatan mental.
Ulul menjelaskan, ada kemungkinan bahwa trauma terkait rasa sakit saat persalinan atau mungkin terkait proses psikologis sebelum kehamilan.
Ia juga menambahkan bahwa masalah-masalah yang berasal dari masa kehamilan, seperti faktor ekonomi, hubungan dengan pasangan, hubungan dengan orang tua, bahkan belum siap mengasuh anak karena kehamilan terjadi saat usia remaja, juga dapat berkontribusi terhadap kondisi ini.
Ibu yang mengalami depresi pascamelahirkan akan mengalami gejala yang serius, termasuk kehilangan minat dalam beraktivitas, mudah tersinggung, gangguan tidur dan nafsu makan, gelisah fisik, lemah fisik, perasaan putus asa dan merasa tidak berarti, kesulitan berkonsentrasi, dan bahkan dalam kasus yang paling buruk, mungkin ada keinginan untuk bunuh diri.
Selain membahas dampak depresi pasca melahirkan pada ibu, Ulul juga menguraikan bahwa kondisi ini dapat mempengaruhi berbagai aspek pada bayi, seperti kognitif, psikologis, neurologis, dan motorik.
“Mungkin bayi akan menjadi lebih rewel sebagai respons untuk mencari perhatian dari ibu mereka,” katanya.