Oleh: Roosita Meilani Dewi (Kepala Pusat Studi CHED, dosen dan peneliti ITB Ahmad Dahlan Jakarta)
ZNEWS.ID JAKARTA – Peningkatan harga rokok melalui kenaikan cukai rokok setiap tahun adalah cara yang efektif untuk mendorong perokok berhenti dan mencegah anak-anak mulai merokok.
Cukai rokok menjadi amanah Undang-Undang No 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Undang-Undang No 15 Tahun 1995 tentang Cukai, sebagai instrumen fiskal pengendalian konsumsi produk yang membahayakan masyarakat, termasuk produk tembakau.
UU tersebut mengamanatkan penetapan cukai rokok maksimal hingga 57 persen dari harga eceran. Saat ini tarif cukai untuk produk sigaret kretek mesin (SKM) sudah mencapai 51 persen dari harga jual eceran yang ditetapkan, meskipun cukai untuk sigaret kretek tangan (SKT) masih rendah, hanya sekitar 10-30 persen.
Kenaikan cukai hasil tembakau selama ini dilakukan dengan tujuan utama untuk pengendalian konsumsi rokok serta sebagai penerimaan negara dari cukai.
Kenaikan tarif cukai hasil tembakau diharapkan dapat mendongkrak harga transaksi pasar rokok yang riil ada di masyarakat, sehingga anak- anak serta masyarakat dengan status rentan (menengah bawah dan miskin) tidak dapat menjangkaunya.
Efektivitas instrumen kenaikan cukai rokok dalam pengendalian konsumsi, salah satunya dapat dilihat dengan indikator ketercapaian target penurunan prevalensi perokok anak dalam RPJMN.
Saat ini prevalensi perokok anak turun dari 9,1 persen menjadi 7,4 persen dari jumlah perokok di Indonesia, selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).