Ilustrasi. (Foto: Dompet Dhuafa)

Oleh: M. Ishom el-Saha (Guru Besar UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten)

ZNEWS.ID JAKARTA – Ada banyak cara untuk mengimplementasikan kurikulum cinta yang digagas Menteri Agama RI, Profesor Nazaruddin Umar. Salah satunya dengan program pengisian jurnal Ramadan yang dilakukan siswa dan dinilai oleh guru kelasnya selama bulan Ramadah 1446 H.

Jurnal Ramadan dapat menjadi bahan evaluasi penanaman nilai-nilai kasih sayang, empati, menghargai perbedaan dan nilai-nilai kemanusiaan pada personalitas siswa, sesuai konsep kurikulum cinta.

Jurnal Ramadan siswa merupakan instrumen penilaian kegiatan siswa selama bulan suci Ramadan. Siswa setiap harinya mengisi rubrikasi berupa kolom-kolom kegiatan selama bulan puasa, mulai dari peribadatan salat wajib, salat sunah, tadarus Al-Qur’an, hingga kajian keislaman yang disampaikan dalam Kultum Tarawih dan lainnya.

Pengisiaannya dapat dilakukan dengan tulisan tangan (buku jurnal) atau ketikan (jurnal online), sesuai media yang disediakan sekolah/madrasah.

Buku jurnal Ramadan diisi oleh siswa dengan kejujuran dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebab dalam setiap rubrik harus ditanda-tangani oleh orang tua/wali murid, petugas masjid dan musalla (imam salat/ustad).

Begitupun ketika siswa mengetik jurnal Ramadan secara online maka mereka juga meng-upload foto kegiatan yang diikuti selama bulan puasa.

Tujuan diberikannya tugas tersebut adalah untuk melatih kedisiplinan siswa dalam melaksanakan ibadah. Dengan jurnal tersebut diharapakan setiap pelaksanaan ibadah akan terjadwal, misalnya mengerjakan salat wajib di awal waktu, membiasakan tadarus Al-Qur’an, aktif dalam kegiatan keagamaan, an sebagainya. Selain itu pengisian jurnal Ramadan tersebut juga diharapkan bisa melatih kejujuran dalam diri siswa.

Cinta PAI

Aktivitas siswa dalam kegiatan-kegiatan selama Ramadan yang dilaporkan di dalam Jurnal Ramadan dapat menguatkan Pendidikan Agama Islam (PAI) pada siswa melalui pendekatan yang lebih mendalam. Program ini memberikan pengalaman belajar lebih bermakna sekaligus menyenangkan bagi siswa.

Apalagi pada bulan Ramadan 1446 H tahun ini siswa tidak belajar penuh selama satu buan. Secara nasional, berdasarkan Surat Edaran Bersama (SEB) 3 Menteri tentang jadual libur sekolah selama bulan Ramadan 1446 H/2025 dan Perayaan Idulfitri 2025, maka siswa hanya mengikuti kegiatan intrakurikuler selama 17 (tujuh belas) hari. Dus, kegiatan intrakurikuler PAI secara otomatis kepangkas waktunya selama bulan suci Ramadan.

Dengan demikian sebenarnya siswa diuntungkan dengan jurnal Ramadan sebab kekurangan kegiatan intrakurikuler tertanggulangi dengan program ini. Bahkan, program ini dapat meningkatkan pemahaman PAI siswa dengan berpikir kritis, eksplorasi, dan berpartisipasi aktif tengan spiriritualis keberagamaan.

Jika ada yang mempertanyakan di mana posisi berpikir kritis dalam jurnal Ramadan? Maka, jawabannya terdapat dalam kegiatan-kegiatan yang diikuti siswa, dan bukan pada jurnal Ramadan itu sendiri. Hal ini karena catatan-catatan di dalam jurnal itu bersifat evaluatif alias sebagai instrumen penilaian saja.

Guru alangkah baiknya menjelaskan hal itu kepada siswa maupun wali murid pada awal memeberikan tugas pengisian jurnal Ramadan.

Sebagai pendidik dapat menjelaskan kepada siswa bahwa dengan mengisi jurnal Ramadan dapat dintegrasikan tiga elemen utama supaya siswa dapat menguasai pengetahuan PAI sekaligus mendapatkan pengalaman yang lebih bermakna.

Tiga Elemen

Pertama, memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif berdiskusi dan bereksperimen dengan memperhatikan kebutuhan serta potensi setiap individu (mindful learning).

Dalam hal ini guru tidak hanya meminta siswa melaporkan apa yang dilakukannya selama bulan puasa dalam jurnal Ramadan akan tetapi juga membantu siswa memahami peran sebagai muslim yang taat menjalankan ajaran agama selama bulan suci.

Kenapa umat Islam melakukan puasa, mengerjakan salat, tadarus Al-Qur’an? Dan lain sebagainya. Dengan cara ini siswa tidak hanya minta tanda tangan orang tua, pengurus masjid, atau ustad yang bertugas, akan tetapi benar-benar melakukannya secara tanggungjawab.

Kedua, mengajak siswa memahami alasan di setiap materi yang dipelajari (meaningful learning). Dalam hal ini guru menjelaskan kenapa siswa mencatat tema dan ringkasan materi kultum yang disampaikan oleh para ustad yang bertugas di masjid/musalla terdekat kediaman siswa.

Catatan siswa tersebut dapat menjadi bahan pertanyaan siswa kepada guru pada saat mengikuti kegiatan intrakurikuler di kelas.

Ketiga, berfokus pada kepuasan dari pemahaman dan pengalaman yang mendalam tidak hanya menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan (joyful learning).

Guru dalam hal ini dapat memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengikuti kegiatan selama bulan puasa di masjid/musalla yang berbeda-beda.

Tak menutup kemungkinan siswa juga akan melaporkan pengalamannya, misal, ketika salat tarawih ada yang dikerjakan dua puluh rakaat dan delapan rakaat.

Dengan cara ini guru dapat memahami dan menilai apa alasan siswanya memilih masjid/musala yang mengadakan salat tarawih dua puluh rakaat atau delapan rekaat.

Guru juga dapat mentransformasikan kepada siswa tentang nilai-nilai kasih sayang dalam perbedaan dengan mengambil contoh praktik perbedaan jumlah rakaat salat tarawih yang dipraktekkan masyarakat. Dengan demikian dapat terbina sikap menghormati dan menghargai antar sesama umat manusia.

Itulah salah satu contoh penerapan kurikulum cinta yang diintegrasikan ke dalam kegiatan pengisian Jurnal Ramadan 1446 H oleh siswa. Semoga bermanfaat.

Sumber: Kemenag

LEAVE A REPLY