Oleh: Muhammad Muchlas Rowi (Wakil Bendahara Majelis Diktilitbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
ZNEWS.ID JAKARTA – Setelah mampu menangkap spirit perjuangan yang timbul akibat gelombang pembaharuan (abad ke-18), organisasi-organisasi keagamaan muncul dan merangkak membawa obor perubahan, menuntun kita hijrah dari era kolonialisme ke era pascakolonialisme atau yang sebentar lagi kita rayakan, kemerdekaan.
Sejak itu, obor perubahan mendorong transformasi di hampir semua bidang. Apa yang usang terus terbuang. Membuat hidup tidak lagi ditentukan seberapa banyak senjata dikokang, tapi bagaimana menangkap peluang.
Meski terbilang kecil, namun organisasi-organisasi ini mampu tumbuh dan menyebar ke hampir penjuru negeri. Muhammadiyah menjelma menjadi organisasi yang mewadahi kelompok terpelajar dan modernis. Sementara Nahdlatul Ulama (NU) mengambil jalan lain, menyatu dengan tradisi dan menjadi rumah bagi kaum tradisionalis.
Keduanya lantas hidup dan berkembang menjadi organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang mengusung mantra-mantra sakral civil society, meski dengan ide dan jalannya masing-masing.
Muhammadiyah, terutama, selalu dianggap melakukan “perselingkuhan” jika berhimpitan dengan politik dan bisnis. Sejengkal saja mendekati wilayah abu-abu tersebut, Muhammadiyah segera dicap keluar dari khittah.
Putusan Final
Terbaru, saat pemerintah berinisiatif memberi mereka izin usaha pertambangan (IUP). Sebutan bahwa mereka telah keluar khittah perjuangan menyeruak. Mereka dianggap haram menyentuh dunia yang kerap disebut perusak lingkungan ini.
Muhammadiyah menjadi serba salah. Di satu sisi melihatnya sebagai peluang untuk memperluas spektrum dakwah yang selama ini terbatas di bidang pendidikan dan kesehatan, di sisi lain dianggap mencederai masa depan kemandirian dan menyandera nalar kritis organisasi keagamaan di kemudian hari.
Akhirnya, Muhammadiyah mengambil keputusan final soal tambang. Akhir pekan lalu, dalam acara konsolidasi nasional di Yogyakarta, salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini mengambil langkah berani, dengan menyatakan kesiapan untuk terlibat dalam pengelolaan tambang.