
Oleh: KH Imam Jazuli Lc MA (Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015)
ZNEWS.ID JAKARTA – Peringatan Hari Santri, 22 Oktober, bukan ritual tahunan tanpa makna; bukan pula semata arak-arakan drumband, tetapi butuh pemaknaan yang realistis, mengandung maslahat, dan bermanfaat jangka panjang.
Perayaan Hari Santri Nasional tahun ini istimewa karena bertepatan dengan detik-detik menjelang perhelatan akbar nasional yang strategis, Pemilu. Ini artinya, santri dituntut memainkan peran sosial-politik sekaligus, menjadi santri dan menjadi warga negara.
Menjadi santri berarti mengabadikan memori historis, tentang perjuangan alim ulama dari pesantren dalam melawan penjajahan, merebut kemerdekaan, mempertahankan serbuan negara asing, dan mengisi kemerdekaan dengan pemberdayaan umat.
Menjadi warga negara artinya menjalankan tugas-tugas patriotik, membela bangsa dan negara, yang dalam praktik konkretnya bisa berupa mematuhi undang-undang dasar, menjaga NKRI, ideologi Pancasila, dan termasuk ikut serta mensukseskan Pemilu.
Dalam rangka menyukseskan Pemilu, peran santri semakin krusial, selain merepresentasikan diri dan kaumnya untuk tampil ke panggung politik nasional, santri sekaligus menjadi kekuatan atau arus besar yang potensial untuk menyuarakan calon yang menjadi representasi mereka sehingga kepentingan politik dan ekonomi kaum mereka terwakilkan.
Berdasarkan data Kementerian Agama, setidaknya ada 39.043 pesantren pada kurun 2022/2023, dengan total jumlah santri sebanyak 4,08 juta. Itu belum termasuk alumni, belum termasuk pondok pesantren dan santri yang tidak terdaftar di Kemenag. Angka ini jelas tidak bisa dianggap enteng.
Santri dalam sejarahnya merupakan basis yang menjadi pelopor kebangkitan politik dan ekonomi umat. Oleh karena itu, basis santri yakni pesantren harus menjadi salah satu pihak yang diperhitungkan oleh para stakeholder yang terkait dengan Pemilu termasuk pasangan calon.