Grand Syekh Al-Azhar, Ahmad Muhammad Ahmed Al-Tayeb. (Foto: Majelis Hukama Muslimin)

Oleh: M Ishom el Saha (Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten)

ZNEWS.ID JAKARTA – Menjelang kedatangan Syekh Al-Azhar, Ahmad Muhammad Ahmed Al-Tayeb ke Indonesia, 8 – 11 Juli 2024, saya bermaksud mengungkit salah satu gagasannya yang menarik. Gagasan itu adalah “ajakan” mengganti pemakaian sebutan minoritas (aqalliyat) menjadi berwarganegara (al-muwathanah).

Gagasan itu disampaikan pada 2017 dalam bentuk kata pengantar buku kompilasi yang berjudul “Al-Hurriyyah wa al-Nuwathanah: Al-Tanawwu’ wa al-Takamul” (Kebebasan dan kewarganegaraan: Kemajemukan yang Saling Melengkapi).

Syekh Al-Azhar itu berpendapat bahwa tatkala lembaga pendidikan Al-Azhar mengajak untuk menyebarluaskan pemahaman “muwathanah” untuk menggantikan istilah “minoritas” pada dasarnya ajakan itu menyesuaikan dasar konstitusi yang dibuat di zaman Rasulullah SAW.

Menurutnya, dalam Piagam Madinah yang menjadi dasar konstitusi pertama dalam sejarah umat Islam, telah ditetapkan prinsip equalitas, baik di antara sesama muslim dari golongan Muhajirin dan Anshar maupun orang-orang Yahudi dari tiap-tiap golongannya.

Di antara penduduk Madinah diberlakukan hak dan kewajiban yang sama, tanpa menyebutkan kelompok mayoritas ataupun minoritas.

Atas dasar itu, Syekh Al-Azhar, Ahmad Muhammad Ahmed Al-Tayeb menyerukan, Stop penggunaan sebutan minoritas! Sebagai gantinya ia mendorong digunakan sebutan kewarganegaraan.

Sebutan kewarganegaraan jauh lebih menghargai sisi-sisi kemanusia, daripada sebutan minoritas. Apalagi dalam konteks bernegara, maka persamaan hak dan kewajiban antarwarganera adalah menjadi syarat tegaknya negara hukum.

LEAVE A REPLY