ZNEWS.ID SUBANG – Dompet Dhuafa melalui Disaster Management Center (DMC) dan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) meluncurkan program Kawasan Pemulihan Pesisir (KPP) di Desa Legonwetan, Kecamatan Legonkulon, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, Kamis (21/2/2025).
Masyarakat yang terdiri dari para petani, pegiat lingkungan, dan jajaran pemerintah menghadiri peluncuran yang diselenggarakan di Desa Legonwetan.
Ahmad Baikhaki selaku Kabag Lingkungan DMC menyampaikan bahwa program yang akan dilaksanakan bersifat dinamis dan terbuka.
“Kami terbuka dan akan menyesuaikan dengan kebutuhan di masyarakat,” tuturnya.
Program KPP ini nantinya mencangkup peningkatan kapasitas masyarakat dalam pemulihan pesisir, pengelolaan wisata pesisir, kampanye pemulihan pesisir, dan pemantauan serta evaluasi program.
“Mudah-mudahan dengan ditambahnya program ini, kita lebih bisa menanggulangi yang banjir-banjir,” ujar Tarifah, Kepala Desa Legonwetan dalam sambutannya.
Sejak beberapa tahun ke belakang, Legonwetan selalu mengalami banjir rob dan abrasi tiap tahunnya. Banjir rob dan abrasi ini menyebabkan tambak-tambak rusak.
Masyarakat juga terus mengalami kerugian akibat ikan atau udang yang dibudidaya kabur saat banjir dan rusaknya tanggul-tanggul tambak.
Tidak hanya tambak, area pemukiman warga pun mulai digenangi oleh air laut kala rob datang. Beberapa rumah sudah ditinggalkan oleh pemiliknya dan saat ini terbengkalai, meskupun begitu masih banyak warga yang bertahan di kediamannya.
Berdasarkan pengakuan salah seorang nelayan dan warga setempat, banjir rob tahun 2024 adalah yang terparah dari yang pernah terjadi.
Banjir rob di Legonwetan turut dirasakan oleh tim DMC yang pada waktu itu berada di Legonwetan dalam kegiatan penanaman mangrove pada tahun 2024. Banjir rob dapat mencapai ketinggian selutut pria dewasa dan menggenangi desa sampai berhari-hari.
Saat banjir terjadi, sekolah-sekolah diliburkan karena banjir menggenangi sekolah, begitu pun aktivitas masyarakat menjadi terganggu utamanya masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan tambak dan nelayan laut.
Tanah-tanah menjadi berlumut dan lumpur, hingga sebagian warga harus beradaptasi dengan menaruh papan kayu di tanah jalan. Ada pula mereka yang memiliki penghasilan lebih membuat pagar agar air tidak memasuki pekarangan rumah.
“Abrasi mulai terjadi di tahun 2007. Waktu tahun 2012 motor masih juga aktivitas,” jelas nelayan tersebut saat menemani kami melihat lokasi penanaman mangrove DMC.
“Tahun 2024 parah, karena tanggul jebol, jadi banjir (rob) tinggi-tinggi terus. Tahun 2021 juga parah, sampai setengah bulan, tidak bisa beraktivitas. Karena di daratannya sendiri (dihantam) dari air kali dan air laut,” ungkapnya.
Oleh: Arifian Fajar Putera