Ilustrasi pendidikan. (Foto: makmalpendidikan.net)

Oleh: Mochamad Husni (Mahasiswa Program Doktoral Universitas Sahid, Jakarta)

ZNEWS.ID JAKARTA – Pekan-pekan awal semester baru ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk introspeksi bagi seluruh pihak di dunia pendidikan. Terutama, bagi para orang tua, siswa, mahasiswa, bahkan masyarakat umum.

Perubahan pola pikir dari sisi peserta didik amat perlu dilakukan untuk melengkapi serangkaian evaluasi dan program pembenahan sistem pendidikan Indonesia yang masih terus berjalan.

Dalam konteks ini, tetaplah menarik bila semua mengingat kembali “Deschooling Society” dan kritik-kritik yang disampaikan Ivan Illich, filsuf dan pemikir kelahiran Wina, Austria, pada 1926 yang dikenal sebagai kritikus humanis radikal.

Konsep dan solusi-solusi terhadap dunia pendidikan yang seharusnya membangun kemandirian, ia lontarkan setelah mengamati praktik pendidikan yang berlangsung di Amerika Latin.

Kendati nun jauh dari negeri ini, dengan pandangannya yang mendasar, luas, serta bermuara pada pembebasan, kritik peraih gelar doktor bidang sejarah dari Universitas Salzburg ini masih relevan bagi masyarakat Indonesia.

Illich tak menampik arti penting pendidikan. Akan tetapi, ia mempertanyakan, apakah sistem pendidikan yang berlaku benar-benar diperlukan dan tepat sasaran?

Alih-alih membebaskan, Illich menilai bahwa pendidikan yang dipraktikkan dalam bentuk ruang kelas–di mana peserta didik hadir menghadapi pendidik–justru berakibat buruk bagi peserta didik dan masyarakat.

Masyarakat menjadi terkotak-kotak. Kurikulum tak ubahnya komoditas. Nilai, sertifikat, dan ijazah kerap berfungsi sebagai alat legitimasi bahwa seseorang berpendidikan. Di luar itu, mereka yang tidak memiliki dokumen yang diterbitkan sekolah atau kampus, akan terpental dari lingkungannya.

LEAVE A REPLY