
ZNEWS.ID SIGI – Pandemi COVID-19 memang telah mengubah banyak hal, termasuk dalam masalah belajar-mengajar. Proses tatap muka antara guru dan siswa di sekolah ditiadakan.
Diganti menjadi sistem pembelajaran jarak jauh atau PJJ. Yakni, memanfaatkan jasa jaringan internet alias dalam jaringan (daring), melalui perangkat gawai seperti ponsel atau telepon seluler maupun laptop dan perangkat komputer (CPU).
Sayangnya, tidak semua siswa saat ini memiliki kemampuan untuk memiliki perangkat itu. Apalagi bagi mereka yang tinggal di perdesaan yang daerahnya belum terjangkau jaringan internet.
Seperti yang saat ini dirasakan oleh kakak beradik, Nolin dan Adel. Siswi di salah satu Sekolah Menegah Pertama yang ada di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah itu menuturkan keadaannya belum lama ini.
Perjuangan mereka tidak mudah untuk bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar di tengah Pandemi Covid-19. Desanya yang tidak memiliki akses internet, memaksa keduanya acap kali harus pergi ke Desa tetangga. Jaraknya kurang lebih lima Kilometer dari rumah mereka.
“Di sini memang belum ada akes internet,” tutur Nolin didampingi adiknya, Adel.
Bahkan, masalahnya tidak hanya itu saja. Mereka berdua hanya mempunyai satu perangkat gawai. Itupun pinjam dari tetangganya. Handpone yang dipinjami tetangganya tersebut kemudian mereka pakai bergantian selama belajar daring.
“Saya kelas sembilan (3), kalau adik saya kelas delapan (2). Jadi, kalau mau belajar online itu, HP-nya dipakai ganti gantian. harus ke Desa sebelah yang ada towernya juga kalau mau belajar,” ungkap Nolin.
Memang, ekonomi menjadi kendala utamanya. kedua orang tua Nolin dan Adel hanya berprofesi sebagai petani yang penghasilanya tidak menentu. Hingga sekarang, Adel mengaku telah mengeluarkan uang sebanyak Rp 500 ribu untuk digunakan mengisi pulsa data internet setaip belajar daring.
“Sudah ada lima ratus ribu mungkin untuk isi pulsa. Untuk ikut belajar,” jelasnya.
Mereka berdua tidak ingin berhenti belajar menuntut ilmu dan menjadi pemilik masa lalu. Namun, kakak beradik ini giat belajar dengan tujuan menjadi pemilik masa depan.
Pagi itu, Rabu (22/7/2020), wajah sumringah terpancar dari raut muka kedua kakak beradik ini ketika gurunya mendatangi langsung rumah mereka yang ada di Desa Tongoa, Dusun Dongi-Dongi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Sejumlah guru dari sekolah tempat mereka menimba ilmu datang langsung ke rumah Nolin dan Adel untuk memberikan modul yang berisikan materi pembelajaran serta soal kepada mereka.
Ini menjadi salah satu langkah yang dilakukan oleh pihak sekolah SMPN 16 Sigi, kepada sejumlah siswa yang sulit mengikuti belajar daring. Meskipun, pihak sekolah mengaku sistem pembelajaran ini tidak begitu efektif.
“Sistem seperti ini tidak begitu efektif. Contohnya, tadi saja ada yang bertanya, ibu bagaimana menjawab soal ini. Karena kami juga tidak dibolehkan untuk tatap muka langsung secara lama dengan murid murid,” ujar Bungaria, Wakil Kepala SMPN 16 Sigi.
Sistem pembelajaran mendatangi langsung rumah siswa ini akan dilakukan pihak sekolah sebanyak tiga kali dalam seminggu.
“kami juga mengerti, makanya soal-soal yang diberikan tidak begitu sulit dan jawabannya sudah ada di modul,” jelas Bungaria
Letak geografis menjadi permasalahan tersendiri. Mengingat tidak sedikit rumah siswa yang jaraknya sangat jauh. Bahkan ada di Luar Kabupaten, seperti rumah Nolin dan Adel.
“Kalau ke Dongi-dongi cuma jarak saja yang jauh. Ada juga rumah siswa kita tidak terlalu jauh dari sekolah, tapi medannya ekstrem karena jalannya rusak,” ungkapnya.
Dinas Pendidikan setempat mengaku bahwa selama program seperti itu diberlakukan, sekolah diperbolehkan menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk membiayai operasional para guru. Meskipun nominalnya tidak begitu besar.
“Mereka juga diperbolehkan untuk menggunakan dana BOS sebagai operasional guru. Nominalnya tergantung jarak, kalau tidak salah, tadi mereka bilang Rp 12.000,” ungkap Andi Arno, Kabid Pendidikan Dasar Disdikbud Kabupaten Sigi.
Dinas pendidikan mengaku tidak bisa berbuat banyak terkait kendala yang dialami sejumlah siswa-siswi. Keterbatasan anggaran menjadi kendala dan terpaksa kerja ekstra harus dilakukan.
Langkah efektif saat ini yang dilakukan Disdikbud Kabupaten Sigi hanya mendampingi dan memberikan dukungan kepada seluruh tenaga pengajar.
“Sistem pembelajaran saat ini hanya dua, yakni luring atau luar jaringan (off line) dan daring/dalam jaringan. Di Kabupaten Sigi, kami memilih luring karena tidak semua orang tua siswa maupun siswi memiliki handphone. Bahkan, hampir sebagian besar wilayah di sini masih kesulitan jaringan internet,” jelasnya.
Mungkin, kesulitan belajar secara daring ini tidak hanya dirasakan oleh Nolin dan Adel. Juga, bagi siswa yang ada di daerah lain di Indonesia.
Seperti perkataan seorang Filsuf asal Yunani, Aristoteles, yaitu Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya manis. Hal ini seperti yang dirasakan Naolin dan Adel serta siswa-siswi di Desa Tongoa, Dusun Dongi-Dongi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah lainnya yang tetap giat belajar meski sebagian besar terkendala perangkat dan akses internet.
Editor: Agus Wahyudi
Sumber: Antara