Ilustrasi genosida. (Foto: Dompet Dhuafa)

Oleh: M Ishom El Saha (Guru Besar UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten)

ZNEWS.ID JAKARTA – Najdah bin Amir al-Harury adalah tokoh Khawarij yang memiliki doktrin siapapun yang berseberangan dengan kelompoknya adalah halal darahnya. Dia dapat disebut tokoh penting di balik sejarah kelam genosida dalam Islam. Semua ingin dibantai dan dilenyapkan dari muka bumi, terkecuali pengikut sektenya.

Sahabat Rasulullah SAW yang masih hidup di zaman itu tak satupun yang menyukai gaya-gaya ekstrem Najdah bin Amir. Termasuk sahabat yang bernama Ibnu Abbas.

Hingga suatu saat, Ibnu Abbas menerima surat dari Najdah bin Amir yang memuat lima pertanyaan penting yang diminta untuk dijawab.

Pertama, apakah Rasulullah SAW pernah melawan serangan pasukan perempuan? Kedua, apakah Rasulullah SAW pernah melukai mereka? Ketiga, apakah Nabi pernah memukul anak kecil? Keempat, sampai usia berapa seorang anak disebut yatim? kelima, siapa pengganti penerima harta rampasan sesudah Rasulullah SAW, wafat?

Sebelum Ibnu Abbas menulis surat balasan untuk Najdah bin Amir, beliau menyempatkan diri berbicara di hadapan murid-muridnya.

“Wahai kaum muslimin, saya walaupun tidak senang dengan sikap ekstremnya tapi saya ingin membalas suratnya. Sebab, Najdah bin Amir ketika menulis suratnya juga berkata di hadapan pengikutnya, yuuk, kita buktikan! Apakah Ibnu Abbas orang alim? Sehingga, akan membalas surat Al-Harury yang tak disukainya?

Ibnu Abbas benar-benar membuktikan bahwa beliau adalah orang berilmu, sehingga walaupun terhadap lawan, tetapi belau tetap merespons baik asalkan berhubungan dengan ilmu dan agama?

Beliau kemudian menulis surat balasan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Najdah bin Amir. Dalam surat balasan itu, Ibnu Abbas menuliskan jawaban.

Pertama, Rasulullah SAW pernah membalas serangan musuh perempuan. Kedua, balasan serangan Rasulullah sempat juga melukai perempuan, akan tetapi beliau juga mengobatinya. Beliau juga menyisihkan bagian ghanimah (rampasan perang) kepada perempuan yang terluka itu.

Ketiga, Rasulullah SAW tidak pernah memukul apalagi membunuh anak-anak, maka kamu jangan sekali membunuh mereka.

Keempat, jika kamu bertanya kapan batas habisnya seorang anak disebut yatim maka sepanjang yang aku pahami bahwa seorang laki-laki akan tumbuh rambut janggutnya.

Pada saat rambut itu masih tipis maka menjadi susah pula untuk dipegang. Oleh karenanya, kalau seorang anak sudah layak bermuamalah dengan orang lain, maka berarti sudah tidak lagi disebut yatim.

Kelima, jika kamu bertanya siapa pengganti Nabi sebagai penerima lima persen dari harta rampasan orang, maka jawabnya adalah kami. Kami keturunan Bani Muthalib dan Bani Hasyim. Meskipun kamu dan pengikutmu tidak menyukainya.

Surat itu kemudian dikirimkan kepada Najdah bin Amir sebagai balasan seorang berilmu kepada orang yang masih berhajat kepada ilmu dan kebenaran.

Walaupun Ibnu Abbas sebetulnya paham bahwa Najdah bin Amir tidak akan mengamalkan ilmu yang disampaikannya. Sebab, tokoh Khawarij ini adalah tokoh yang menghalalkan praktik genosida.

Oleh sebab itu, ikutilah jejak Ibnu Abbas, bukan jejak Najdah bin Amir al-Harury!

Sumber: Kemenag

LEAVE A REPLY