Oleh: Moehammad Amar Ma’ruf (Diplomat karir, penulis buku KATULISTIWA, Majelis Pembina Yayasan Pendidikan Kesatuan Cengkareng-Jakarta Barat)
ZNEWS.ID JAKARTA – Agustus 2024 menjadi saksi pengakuan internasional bagi peran Komunitas Tunarungu Indonesia dan pemangku kepentingan terkait literasi bahasa isyarat untuk pengajaran Al-Qur’an.
Komunitas Tunarungu Indonesia sebagai bagian dari masyarakat/masyarakat berkebutuhan khusus nasional yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah menunjukkan kontribusinya yang signifikan terhadap pengembangan pendidikan tidak hanya bagi masyarakat Indonesia tetapi juga bagi komunitas dan masyarakat dunia.
Agustus bagi Indonesia dikenal sebagai bulan peringatan momen bersejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya 17 Agustus 1945. Kini, di tahun 2024, Agustus menjadi momen yang penuh berkah tidak hanya bagi Komunitas dan Pengurus Tunarungu Indonesia tetapi juga bagi komunitas internasional.
Tepatnya pada 29-29 Agustus 2024 atau 25-26 Safar 1446 H, pada Sidang ke-50 Dewan Menteri Luar Negeri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang diselenggarakan di Yaoundé-Republik Kamerun, Dewan Menteri negara-negara anggota OKI telah mengadopsi resolusi yang tercantum pada Resolusi di Sektor Sains dan Teknologi dan Inovasi, Pendidikan Tinggi, Kesehatan, Air dan Lingkungan dengan Subyek Resolusi No. 7/50-S&T tentang Kegiatan dari Universitas OKI angka 7 pada halaman 24 yang secara tersirat mengakui praktik terbaik Indonesia dalam promosi dan pengembangan bahasa Isyarat dalam pengajaran Qur’an.
Dokumen tersebut di atas menyatakan bahwa anggota OKI: “Menyambut baik kerja sama antara Universitas Teknologi Islam dan Pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan seminar virtual pada 22 Maret 2024, tentang Bahasa Isyarat Al-Qur’an, untuk memajukan pengajaran bahasa isyarat.
Al-Qur’an menggunakan bahasa isyarat, dan mendorong Negara-negara Anggota serta organ dan lembaga OKI terkait untuk lebih mengembangkan Bahasa Isyarat, sebagai bagian dari pendidikan yang inklusif untuk semua”.
Resolusi di atas telah menjadi catatan internasional yang tidak hanya mengandung kebijaksanaan atau norma pasif namun juga menunjukkan komitmen dan dukungan yang kuat seluruh negara anggota OKI dan lembaga-lembaganya untuk memberikan perhatian yang lebih berkelanjutan kepada komunitas ini dan mendorong keterlibatan internasional untuk menciptakan pendidikan yang lebih berkeadilan bagi seluruh elemen masyarakatnya.
Untuk itu, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Diakui, pengakuan internasional di atas merupakan rangkaian langkah awal yang terintegrasi di tingkat nasional untuk lebih meningkatkan perhatian kita terhadap komunitas ini.
Terlebih lagi, masyarakat internasional masih perlu berkolaborasi dalam meningkatkan kualitas komunitas tersebut, termasuk pengembangan dan penggunaan teknologi yang sesuai untuk memudahkan mereka (para penyandang kebutuhan khusus dan pemangku kepentingan terkait) berpartisipasi penuh dalam masyarakat.